Sabtu, 26 Juni 2010

ARSITEKTUR ROMAWI

Tugas Pengantar Arsitektur 2

KIKI WIDIYANTI EKA PUTRI
20308022


ARSITEKTUR ROMAWI
part "Teater (theatre) dan teater terbuka (amphitheatre) Romawi"

Kesenangan melaksanakan kegiatan di luar (tidak di dalam gedung beratap) dari orang-orang Yunani sejak jaman kuno terungkap jelas antara lain dengan adanya teater terbuka (amphitheather). Selain mengembang-kan budaya termasuk arsitektur pada wilayah jajahan, rupanya orang-orang Roma juga mengadopsi budaya bangsa yang dijajah, ter­masuk Yunani. Kecenderungan semacam itu terungkap dengan banyaknya teater terbuka di-bangun hampir di semua kota di seluruh wilayah kekuasaannya.
Secara prinsip, konstruksi teater Yunani dan teater Romawi sangat berbeda. Telah dikemukakan di depan bahwa teater Yunani menggunakan kemiringan dan bentuk ceruk dari sebuah lembah, untuk dijadikan tempat penonton. Arsitektur hasil kecerdikan para seniman dan arsitek Yunani, sangat baik dari segi akustik, terutama untuk yang bentuk denahnya setengah lingkaran. Kelemahan dari sistem ini adalah sangat terikat dengan adanya lembah, sehingga tidak dapat membangun teater terbuka selain di lembah. Di lain pihak, kegiatan seni panggung cenderung meng-hendaki tempat di pusat-pusat kebudayaan yang seharusnya di tengah kota.Dengan memakai konstruksi pe-lengkung, maka untuk membangun teater dan teater terbuka orang-orang Roma tidak terikat oleh adanya lembah. Sehingga teater dapat dibangun di  mana dikehendaki, termasuk di tengah-tengah kota.
Teater Marcellus di Roma (23-13 SM) adalah salah satu dari bangunan jenis ini di tengah-tengah kota Roma. Tempat penonton (auditorium) berdenah setengah lingkaran, tidak dibuat dari kemiringan sisi bukit, namun dengan dinding dan pelengkung-pelengkung. Panggung berlatar belakang unit sebagai latar belakang dan ruang-ruang peralatan dan per-siapan pementasan. Pelengkung berderat (arcading) pada dinding luar yang denahnya setengah lingkaran, terdiri dari dua tingkat. Masing-masing pelengkung diapit oleh pilaster atau kolom yang menyatu dengan dinding, dalam hal ini dekorasinya ada dua bentuk yaitu lonik dan Dorik.
 



Teater   Ostia   dekat   Roma   (193-217   SM)   (re­konstruksi).
Colisseum Roma adalah amphi­theatre terbesar dan termegah didirikan pada jaman Romawi. Dibangun atas perintah Vespasian pada tahun 70 M, diselesaikan oleh Domitian pada 82 M.



Di dekat kota Roma, terdapat re­runtuhan bekas sebuah teater diberi nama Teater Ostia (193-217 SM). Arsitekturnya tidak banyak berbeda dengan Teater Marcellus, denah setengah lingkaran, tiga lantai, konstruksi pelengkung dengan pilaster berfungsi ganda : sebagai bagian dari konstruksi dan dekorasi. Seperti pada teater Yunani, bentuk pelengkung dari auditorium , membentuk dinding miring sangat bagus dalam aspek akustik. Bunyi dari panggung yang merupakan titik fokus, dipantulkan ke-segala arah, secara merata.



Colisseum




Roma terletak di tengah  kota Roma, sebelah timur-selatan Kuil Venus, pada lembah antara dua bukit: Esquiline di utara dan Caelian di selatan. Colisseum ada-lah sejenis teater terbuka dalam ukuran besar dan kias, pada jamannya digunakan untuk olah raga termasuk pertandingan gladiator, dan upacara-upacara penting kekaisaran. Dalam sejarah tercatat bahwa Colisseum Roma pernah digunakan untuk penyiksaan dan pem-bantaian orang-orang Kristen.
Colisseum Roma sangat luas, denah berbentuk clip, garis tengahnya 189x156.4 M2. Pada dinding keliling yang bentuknya juga clips atau oval, berderet melingkar 80 pe­lengkung, bertingkat tiga. Deretan pelengkung paling bawah terbuka untuk masuk ke dalam semua tempat duduk (maenianum). Arena dikelilingi auditorium bertingkat tiga, bentuknya juga oval, diameter 87.47 M x 54.86 M, di kelilingi dinding tinggi 4.57 M. Di balik-atas dinding atau podium terdapat singgasana kaisar dan tempat duduk para pejabat dan kerabat ke kaisaran.
Di belakangnya lagi terdapat tempat duduk   penonton   (maenianum),   dapat   menampung 50 000 orang dengan gang pada masing-masing   tingkat.   Tinggi   keseluruhan ;   dinding keliling luar 48 M, terbagi menjadi empat tingkat. Pilaster dan kolom mengguna-kan hiasan berpola Order-Yunani, lonik pada lantai tiga dan Korintien pada lantai empat (teratas).





Reruntuhan Colosseum Roma,  bagian bawah arena pandangan dari luar (atas-kanan). Circus Maximus di Roma, mengambil nama berdasarkan lokasi dan ukuran sangat besar, secara maksimal dibangun di atas lembah di antara dua perbukitan : Aventine dan Palatine. Circus adalah bangunan Romawi, panjang, ujung melingkar, dengan panggung penonton di sepanjang kiri-kanan dan keliling, biasanya untuk pacuan kereta kuda. Sejak didirikan pada 46 SM oleh Julius Caesar, Circus Maximus banyak mengalami perombakan, renovasi dan perluasan oleh kaisar penerusnya, antara lain: Claudius, Nero, Titus dan Trajan. Sesuai dengan fungsi utamanya untuk pacuan kereta kuda (chariot), denahnya memanjang dan sangat panjang (609.6 M), lebar 198.12 M. Arena pacuan di-kelilingi oleh panggung penonton (auditorium) seperti pada teater di kiri, kanan dan ujung, dapat menampung 255 000 penonton. Tempat penonton atau sering disebut maenianum terdiri dari dua lantai. Pada bagian bawah ter-diri dari konstruksi pelengkung berderet ke­liling, tempat pintu masuk. Di tengah terdapat semacam bulevar memanjang memisahkan arena menjadi dua jalur, di tengahnya dihias dengan deretan patung dan tugu.






Circus Maximus, Roma, mulai dibangun pada 46 SM, denah (atas), perspektif hasil rekonstruksi (tengah) dan dekorasi berupa relief. Lukisan pacuan chariot (bawah).